Belém, Brasil – 12 November 2025 — Indonesia menegaskan perannya sebagai pelopor integrasi aksi iklim, konservasi alam, dan pembangunan berkelanjutan dalam forum tingkat tinggi COP30 Presidency Special Event bertajuk “From Rio to Belém: Securing a Renewed Legacy for Climate, Biodiversity, Land and Sustainable Development at COP30.” Dalam acara yang digelar oleh Presidensi COP30 Brasil ini, Menteri Lingkungan Hidup/Kepala Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (KLH/BPLH), Hanif Faisol Nurofiq menyampaikan komitmen kuat Indonesia untuk memastikan kebijakan dan aksi lingkungan berjalan secara terpadu dan berdampak langsung bagi masyarakat.
“Indonesia meyakini transisi menuju pembangunan rendah karbon dan berketahanan iklim harus menghasilkan dampak positif bagi alam. Implementasi Article 6 bukan hanya soal pengurangan emisi, tetapi juga peluang besar untuk memperkuat konservasi keanekaragaman hayati, tanah, air, dan kesejahteraan masyarakat,” ujar Menteri Hanif.
Dalam pidatonya, Menteri Hanif menyoroti langkah Indonesia melalui penerbitan Peraturan Presiden Nomor 110 Tahun 2025 tentang Tata Kelola Karbon Nasional, yang memperkuat integritas dan konektivitas pasar karbon domestik. Kebijakan ini mencakup integrasi dengan implementasi NDC, sertifikat karbon, ITMOS, Indonesia Carbon Exchange, serta pasar karbon sukarela yang telah memiliki sistem registrasi, verifikasi, dan sertifikasi yang berjalan.
Menteri Hanif juga menegaskan bahwa selama penyelenggaraan COP30, KLH/BPLH juga melakukan serangkaian pertemuan bilateral strategis dengan mitra internasional seperti Gold Standard, Norwegia, dan Republik Kongo untuk memperluas kerja sama dalam penguatan ekonomi karbon, restorasi lahan gambut tropis, serta implementasi kerja sama iklim yang berintegritas tinggi.
“Kolaborasi dengan negara mitra dan lembaga sertifikasi internasional menjadi bukti keseriusan Indonesia membangun sistem karbon yang kredibel, transparan, dan berpihak pada kepentingan nasional,” ujarnya.
Indonesia kini berada di jalur yang jelas menuju FOLU Net Sink 2030, yaitu kondisi di mana sektor kehutanan dan penggunaan lahan menyerap lebih banyak karbon daripada yang dilepaskan. Untuk mencapainya, pemerintah menerapkan pendekatan Holistic, Integrated, Thematic, and Spatial (HITS) yang memastikan pengelolaan karbon, konservasi, dan kesejahteraan masyarakat berjalan serempak dalam satu kerangka spasial pembangunan. Pemerintah memperkuat Land Management Units (LMU) di tingkat tapak sebagai wadah kolaborasi antara pemerintah, masyarakat, dan pemangku kepentingan, agar tindakan konservasi, pemantauan karbon, restorasi ekosistem, dan peningkatan ekonomi lokal dapat dijalankan secara inklusif dan efisien.
Selain itu, Indonesia telah menyelaraskan NDC dengan Rencana Pembangunan Nasional dan program strategis seperti ketahanan pangan dan energi agar sejalan dengan agenda pembangunan berkelanjutan. Menteri Hanif juga menyerukan agar UNFCCC membentuk tim khusus untuk membahas sinergi antar-Konvensi Rio dengan dukungan negara pihak dan lembaga mitra, guna menghasilkan rekomendasi konkret pada COP31 mendatang.
Forum ini diselenggarakan oleh COP30 Presidency Brazil untuk mendapat masukan terhadap arah kebijakan untuk sinergitas antara 3 Konvensi yg lahir dari Rio de Janeiro (UNFCCC, CBD dan UNCCD) dan Sustainable Development Goals (SDGs).
Indonesia menegaskan bahwa komitmen terhadap iklim tidak berhenti pada kebijakan, tetapi diwujudkan melalui aksi nyata di lapangan, peningkatan kolaborasi, dan penguatan kedaulatan karbon nasional.
“Indonesia berdiri tegak untuk memperjuangkan masa depan di mana aksi iklim, keanekaragaman hayati, dan kesejahteraan masyarakat berjalan seiring. Dari Rio ke Belém, kita memperbarui warisan bumi untuk generasi mendatang,” tutup Menteri Hanif.