Logo

Menteri LH/Kepala BPLH Perintahkan Penghentian Kegiatan Usaha Pemicu Bencana di Cijeruk dan Sukabumi

22 Maret 2025

SIARAN PERS

Nomor: SR.53/HUMAS/KLH-BPLH/3/2025

 

MENTERI LH/KEPALA BPLH PERINTAHKAN PENGHENTIAN KEGIATAN USAHA PEMICU BENCANA DI CIJERUK DAN SUKABUMI

 

Jakarta, 22 Maret 2025 – Menteri Lingkungan Hidup/ Kepala Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (KLH/BPLH), Hanif Faisol Nurofiq bersama dengan Deputi Penegakan Hukum Lingkungan Hidup, Irjen Pol. Rizal Irawan melakukan kunjungan ke dua lokasi bencana di Jawa Barat, yakni Cijeruk dan Sukabumi pada Sabtu (22/03/25). Dalam kesempatan itu, Menteri Hanif mengambil langkah tegas terhadap aktivitas usaha yang diduga menjadi penyebab kerusakan lingkungan di dua kawasan rawan bencana tersebut.

 

Melalui Deputi Bidang Penegakan Hukum Lingkungan Hidup, verifikasi lapangan dilakukan dan ditemukan sejumlah pelanggaran serius yang berkontribusi terhadap bencana banjir, longsor, dan degradasi Daerah Aliran Sungai (DAS). Menteri Hanif, dalam pernyataan resminya, menekankan bahwa. “kegiatan pembangunan tanpa izin dan tanpa kajian lingkungan bukan hanya bentuk kelalaian administratif, tetapi juga ancaman nyata terhadap keselamatan warga dan keberlanjutan lingkungan hidup.”

 

Cijeruk: Bukaan Lahan Tak Berizin di Lereng Gunung Salak

Bencana banjir di Desa Cijeruk menjadi bukti nyata dampak dari pembangunan tanpa izin di wilayah hulu Sungai Cibadak. Dua kegiatan usaha teridentifikasi sebagai penyebab utama kerusakan lereng dan meningkatnya debit air bercampur sedimen ke sungai:

  1. PT Bahana Sukma Sejahtera (BSS)

Perusahaan ini tengah membuka lahan seluas hampir 40 hektare untuk proyek ekowisata. Namun, kegiatan pembukaan badan jalan sepanjang 1,5 km dengan lebar 10meter dilakukan tanpa dokumen lingkungan maupun izin berusaha. Pengelolaan air larian (run off) dari lahan terbuka tidak dilakukan, sehingga meningkatkan risiko erosi dan aliran lumpur ke sungai.

  1. PT Amoda (Awan Hills)

Kegiatan pembangunan hotel cabin dilakukan di area lereng yang curam tanpa persetujuan lingkungan. Jalan akses yang dibangun terhubung langsung dengan jalan milik PT BSS. Total area bukaan lahan mencapai 1,35 hektare, dengan indikasi kuat terjadinya longsor di beberapa titik yang berdekatan dengan mata air Sungai Cibadak.

 

Kondisi-kondisi tersebut tidak hanya menunjukkan pelanggaran terhadap ketentuan perizinan, namun juga potensi kerusakan ekosistem hulu yang krusial bagi pengendalian banjir dan ketersediaan air bersih di wilayah hilir.

 

Sukabumi: Tambang dan Peternakan Abaikan Kewajiban Lingkungan

KLH/BPLH juga menemukan sejumlah pelanggaran di Sukabumi, khususnya pada kegiatan pertambangan dan peternakan skala besar, yakni:

 

  • CV Java Pro Tam

Perusahaan ini tidak lagi beroperasi sejak 2022, namun meninggalkan lahan bekas tambang seluas 4,74 hektare tanpa reklamasi. Padahal, dana jaminan reklamasi telah disetor sejak 2014. Berdasarkan asas contrarius actus, KLH/BPLH akan meminta Dirjen Mineral dan Batu Bara, Kementerian ESDM untuk memerintahkan pelaksanaan reklamasi segera.

  • CV Duta Limas

Melakukan penambangan zeolit dan batu gamping di dua lokasi berbeda. Temuan lapangan menunjukkan aktivitas pengolahan dilakukan tanpa dokumen dan persetujuan lingkungan. Selain itu, pelanggaran terhadap kaidah pertambangan meliputi: tidak adanya kolam endap lumpur, erosi yang menyebabkan longsor, hingga tidak dilakukan pemantauan kualitas air dan udara.

  • PT Japfa Comfeed

Memiliki lahan peternakan ayam seluas 60 hektare dan telah membangun 32 kandang aktif. Meskipun telah mengantongi beberapa izin, perusahaan ini belum memiliki Sertifikat Laik Operasi (SLO) dan pengelolaan limbah B3 belum sepenuhnya sesuai ketentuan.

 

Langkah Tegas Pemerintah: Penegakan Hukum dan Pemulihan Lingkungan

Sebagai bentuk respons, KLH/BPLH telah menyusun rencana aksi sebagai berikut:

  1. Penghentian sementara seluruh kegiatan usaha PT BSS dan PT Amoda, sampai semua dokumen lingkungan dan perizinan dipenuhi sesuai regulasi.
  2. Koordinasi dengan Kementerian ESDM dan pemerintah daerah untuk memastikan reklamasi lahan bekas tambang dan pemulihan lingkungan dilakukan secara tuntas.
  3. Penerapan sanksi administratif dan/atau pidana lingkungan hidup terhadap setiap pelanggaran yang terbukti membahayakan ekosistem dan masyarakat.
  4. Peningkatan pengawasan lintas sektor, termasuk pendekatan kolaboratif dengan masyarakat, akademisi, dan media dalam menjaga kawasan rawan bencana.

 

Menteri Hanif menegaskan, "Kita tidak bisa lagi menoleransi pembangunan yang mengabaikan alam. Ketika aturan dilanggar, dan hulu sungai dikorbankan demi keuntungan jangka pendek, maka yang menanggung akibatnya adalah rakyat kecil di hilir. Kita butuh pembangunan yang bertanggung jawab, yang menghargai alam."  

 

KLH/BPLH mengajak seluruh elemen bangsa untuk menjadikan kasus Cijeruk dan Sukabumi sebagai pelajaran penting. Pembangunan harus berpihak alam sebagai ekosistem terpadu yang menyokong kehidupan manusia. Karena pada akhirnya, pembangunan keberlanjutan adalah investasi terbaik kita untuk generasi mendatang.

 

Penanggung Jawab:

Kepala Biro Hubungan Masyarakat

Kementerian Lingkungan Hidup/Badan Pengendalian Lingkungan Hidup

Sasmita Nugroho

 

Telepon:+62 818-0819-5929
Website:kemenlh.go.id
E-mail:humas@kemenlh.go.id
Instagram:kemenlh_bplh
Youtube:KLH-BPLH
TikTok:Kemenlh_BPLH
X:KemenLH_BPLH

Galeri Foto

Additional image
Additional image
Additional image
Additional image