Musim kemarau mulai mengetuk pintu, dan bersama angin kering yang menyertainya, datang ancaman kebakaran hutan dan lahan (karhutla) yang mengintai kawasan rentan di Indonesia. Tak ingin sejarah kelam berulang, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), Hanif Faisol Nurofiq, menggulirkan peringatan keras sekaligus ajakan tegas kepada ratusan perusahaan pengelola lahan: “Siap siaga atau bersiap disanksi.”
Dalam upaya pencegahan karhutla yang semakin strategis, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) bergerak cepat. Sebanyak 635 perusahaan pemegang izin usaha pemanfaatan hutan (PBPH) dan izin usaha perkebunan (IUP) telah diperiksa secara langsung di lapangan. Pemeriksaan ini mencakup kesiapan fasilitas pemadam kebakaran, menara pantau, alat berat, dan dukungan operasional lain yang vital dalam deteksi dini dan pengendalian karhutla.
“Kita tidak bisa menunggu sampai api membesar. Kesiapsiagaan adalah kunci. Perusahaan harus memiliki sarana dan prasarana lengkap, personel terlatih, dan dukungan dana yang jelas untuk penanganan karhutla,” tegas Menteri Hanif dalam konferensi pers di Jakarta, Rabu (19/6/2025).
Kunjungan langsung dilakukan oleh tim KLHK bersama pemerintah daerah dan pemangku kepentingan seperti Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki), menyasar provinsi-provinsi dengan tingkat kerawanan tinggi: Riau, Kalimantan Barat, dan Sumatera Selatan. Pemerintah ingin memastikan bahwa seluruh pelaku usaha benar-benar siap menghadapi potensi ancaman kebakaran di musim kemarau.
Langkah ini bukan sekadar penegakan regulasi, melainkan bagian dari tanggung jawab ekologis bangsa. Perusahaan yang tidak melaporkan kesiapan mereka akan dikenai sanksi administratif sesuai Peraturan Menteri LHK Nomor 32 Tahun 2016 dan Peraturan Menteri Pertanian Nomor 6 Tahun 2025. Jika tetap abai, sanksi pidana dapat diberlakukan berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
“Ini bukan hanya soal hukum, tapi tentang menyelamatkan hutan, udara, dan kesehatan masyarakat. Kita tidak ingin bencana ekologis terjadi hanya karena kelalaian,” ujar Menteri Hanif.
Selain untuk mencegah kerusakan lingkungan, upaya ini juga menjadi bagian penting dalam komitmen Indonesia untuk menekan emisi gas rumah kaca dan mengurangi dampak perubahan iklim. Karhutla diketahui sebagai salah satu penyumbang emisi karbon terbesar, sekaligus penyebab gangguan ekosistem dan krisis kesehatan akibat kabut asap.
Menteri Hanif menutup pernyataannya dengan pesan yang kuat dan menyentuh kesadaran kolektif:
“Pencegahan adalah bentuk kepedulian. Mari jadikan kesiapsiagaan ini sebagai tanggung jawab bersama. Cegah sebelum terbakar, siapkan sebelum terlambat.”