Jakarta 24 Juni 2025 – Kementerian Lingkungan Hidup/Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (KLH/BPLH) mengungkapkan fakta serius parameter berbahaya dari aktivitas pembakaran sampah, tak kasatmata dari pembakaran plastik: polusi dioxin yang mematikan namun kerap terabaikan dan kini menjadi ancaman.
Mengusung tema global “Mengakhiri Polusi Plastik”, KLH/BPLH melalui Pusat Sarana Pengendalian Lingkungan Hidup (Pusarpedal) menyelenggarakan seminar internasional bertajuk “Clearing the Air: The Role of Environmental Monitoring in Detecting Dioxins” di Jakarta International Convention Center (JICC).
Jika selama ini diskursus polusi plastik identik dengan sampah visual seperti plastik di lautan atau TPA, seminar ini mengajak publik untuk melihat sisi yang lebih tersembunyi dan berbahaya: senyawa toksik hasil pembakaran plastik, terutama dioxin, furan, dan PCB. Ketiganya tergolong Persistent Organic Pollutants (POPs)—zat beracun yang tidak mudah terurai, bersifat bioakumulatif, dan berbahaya bagi kesehatan manusia serta ekosistem.
“Dioxin, furan, dan PCB adalah polutan yang tak kasatmata, tak berbau, dan tak terasa. Namun, sekali mencemari lingkungan, dampaknya bisa bertahan puluhan tahun,” tegas Sekretaris Kementerian/Sekretaris Utama BPLH, Rosa Vivien Ratnawati dalam pidato pembukaan.
Rosa Vivien juga menambahkan bahwa bahaya polusi plastik bukan hanya tentang sampah, tapi juga tentang senyawa kimia beracun yang menyebar melalui udara, menembus rantai makanan, dan mengendap dalam tubuh makhluk hidup.
Seminar ini menjadi titik temu strategis antara sains dan kebijakan. Diikuti oleh perwakilan pemerintah, akademisi, peneliti, organisasi internasional, dan masyarakat umum, forum ini menekankan pentingnya pemantauan lingkungan berbasis data ilmiah dalam menyusun kebijakan pengendalian polusi.
Panel diskusi menghadirkan pakar dari UNEP Asia Pasifik, National Institute for Environmental Studies (NIES) Jepang, dan Basel Convention Regional Center for Southeast Asia (BCRC-SEA). Mereka membedah metode pemantauan dioxin, mulai dari pengambilan sampel udara dan tanah hingga teknik analisis laboratorium. Standardisasi pemantauan lintas negara dan validasi data ilmiah menjadi poin utama.
“Kita harus menjadikan ilmu pengetahuan sebagai fondasi dalam merumuskan kebijakan lingkungan yang kuat dan responsif,” ujar Rosa Vivien.
Langkah KLH/BPLH ini mencerminkan transformasi pengelolaan lingkungan di Indonesia—dari respons reaktif terhadap sampah plastik menuju pendekatan holistik berbasis sains dan kolaborasi lintas sektor. Seminar ini menjadi bagian dari strategi jangka panjang pemerintah dalam mengintegrasikan riset, teknologi, dan kebijakan untuk menghadapi tantangan perubahan iklim dan polusi beracun.
KLH/BPLH juga menegaskan bahwa pengendalian polusi tidak cukup hanya pada pengelolaan sampah di permukaan. Ancaman yang tidak terlihat seperti dioxin justru membutuhkan perhatian lebih melalui peningkatan kapasitas pemantauan, regulasi emisi pembakaran, serta edukasi publik.
Penulis: Anton Rumandi
Editor: Romi Setiawan