SIARAN PERS
Nomor: SR.61/HUMAS/KLH-BPLH/4/2025
KLH/BPLH RESMI LUNCURKAN PENGEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN JASA LINGKUNGAN HIDUP: BABAK BARU KONSERVASI HIJAU
Surakarta, 18 April 2025 - Kementerian Lingkungan Hidup/Badan Pengendalian Lingkungan Hidup setelah melalui proses perumusan yang matang, resmi meluncurkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 02 Tahun 2025 tentang Pengembangan Sistem Pembayaran Jasa Lingkungan Hidup (PJLH). Peraturan ini menandai babak baru dalam kebijakan lingkungan nasional, di mana konservasi tidak lagi dilihat sebagai pengorbanan semata, tetapi sebagai kerja penting yang layak dihitung, diukur, dan diberi apresiasi.
Dalam kunjungan kerjanya ke Surakarta pada Jum’at (18/04/2025), Menteri Hanif Faisol Nurofiq didampingi Bupati Klaten, Hamenang Wajar Ismoyo berdialog dengan para Petani dan Pusur Institute di Taman Kehati, Klaten. Menteri Hanif menjelaskan terkait peluncuran peraturan tersebut.
Peraturan ini merupakan turunan dari Pasal 48 ayat (5) PP No. 46 Tahun 2017 tentang Instrumen Ekonomi Lingkungan Hidup. Aturan ini menjadi kerangka hukum untuk mentransformasikan konservasi dari aktivitas sukarela menjadi sistem yang berbasis insentif. Dengan pendekatan ini, masyarakat lokal, petani hutan, komunitas adat—semua yang selama ini menjaga jasa lingkungan seperti air, karbon, dan keanekaragaman hayati—dapat menerima kompensasi secara sah dan terukur, berdasarkan hasil kerja mereka.
Sistem ini juga membuka peluang kerja sama antara pemerintah, swasta, dan masyarakat sipil untuk membangun ekosistem ekonomi yang berpihak pada keberlanjutan. Peluncuran ini menegaskan posisi Indonesia sebagai pelopor ekonomi hijau yang mengintegrasikan keadilan sosial dan keberlanjutan ekologis.
“Masyarakat adat, petani hutan, serta komunitas penjaga alam yang selama ini bekerja tanpa pamrih kini dapat menerima kompensasi berdasarkan hasil kerja mereka menjaga ekosistem” jelas Menteri LH/Kepala BPLH Hanif Faisol Nurofiq.
Bupati Klaten, Hamenang Wajar Ismoyo mengatakan, “Pemerintah Daerah berkomitmen untuk menjaga kelestarian air, darat dan udara, serta mendukung kolaborasi, agar kedepannya masyarakat Klaten mendapatkan lebih banyak manfaat dan menjaga lingkungan tetap sehat.”
Pentingnya instrumen ini terletak bukan hanya pada skema pembayaran, tetapi pada pengakuan: bahwa konservasi bukan sisa dari pembangunan, melainkan fondasinya. Dana PJLH dapat berasal dari APBN, APBD, CSR, hingga donasi sah lainnya. Lebih lanjut, sistem informasi nasional PJLH akan dikembangkan untuk memastikan transparansi dan akuntabilitas di seluruh Indonesia.
Praktik-praktik di lapangan telah lebih dulu memberi inspirasi. Di Klaten, PT Tirta Investama (Danone-AQUA) mengembangkan Padepokan Konservasi Ekologi Masyarakat (PAKEM) yang tidak membayar tunai, namun membekali warga dengan teknologi konservasi, legalitas, dan pelatihan. Hasilnya Emisi karbon berkurang 17.919ton CO₂ dalam setahun, dan masyarakat meraih kembali kedaulatan atas sumber airnya. Dalam kunjungan kerja tersebut, Menteri Hanif berkesempatan meninjau langsung padepokan tersebut dan berdialog dengan petani setempat serta melakukan penanaman pohon di Desa Gumuk, Kabupaten Boyolali.
Contoh lain praktik PJLH ini terdapat di Cidanau, Banten, dimana petani menerima USD 125 per hektare dari perusahaan air minum karena menjaga hutan hulu. Tapi 71% dari mereka sudah menjaga sebelum pembayaran dilakukan. Maka uang memang penting, tapi bukan segalanya—yang utama adalah rasa memiliki dan kepercayaan. Hal serupa terjadi di Sumberjaya, Lampung, di mana hak kelola selama 25 tahun diberikan kepada petani yang menerapkan praktik konservasi, dan sedimentasi sungai menurun drastis.
Arah kebijakan PJLH tidak dirancang sebagai proyek temporer, tapi sebagai sistem nasional yang mengintegrasikan konservasi ke dalam perencanaan pembangunan. Ia bukan hanya regulasi administratif, melainkan kerangka ekonomi alternatif yang menyatukan pelestarian alam dengan kesejahteraan rakyat.
Bisakah dunia usaha dan masyarakat berjalan beriringan dalam menjaga bumi? Permen Nomor 02 Tahun 2025 membuka ruang untuk menjawabnya secara kolektif. Peraturan ini bukan tentang siapa yang memberi dan siapa yang menerima, melainkan tentang siapa yang peduli dan siapa yang bertanggung jawab.
“Siapa yang menjaga, harus kita jaga. Siapa yang melindungi alam, harus kita lindungi, Karena menjaga alam adalah menjaga masa depan kita Bersama," pesan Menteri Hanif tegas.
Penanggung Jawab:
Kepala Biro Hubungan Masyarakat
Kementerian Lingkungan Hidup/Badan Pengendalian Lingkungan Hidup
Sasmita Nugroho
Telepon | : | +62 818-0819-5929 |
Website | : | kemenlh.go.id |
: | humas@kemenlh.go.id | |
: | kemenlh_bplh | |
Youtube | : | KLH-BPLH |
TikTok | : | Kemenlh_BPLH |
X | : | KemenLH_BPLH |