SIARAN PERS
Nomor: SR.66/HUMAS/KLH-BPLH/4/2025
MEMPERKUAT SISTEM PENGAMANAN TATA KELOLA NILAI EKONOMI KARBON, JAGA KEDAULATAN NEGARA
Jakarta, 24 April 2025 - Kementerian Lingkungan Hidup dan Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (KLH/BPLH) terus memperkuat kolaborasi dengan berbagai pihak untuk memperkokoh sistem pengamanan Nilai Ekonomi Karbon di Indonesia. Langkah ini merupakan bagian dari implementasi Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 98 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon, yang mencakup mekanisme perdagangan karbon, pembayaran berbasis kinerja, serta pungutan atas karbon sebagai instrumen untuk mendukung pengendalian emisi gas rumah kaca secara berkelanjutan.
Indonesia telah meratifikasi Perjanjian Paris melalui Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2016 tentang Pengesahan Paris Agreement, yang memperkuat komitmen negara dalam penurunan emisi gas rumah kaca. Indonesia menargetkan penurunan emisi sebesar 31,89 persen melalui upaya mandiri, dan hingga 43,2 persen dengan dukungan internasional, untuk mencapai netralitas karbon pada tahun 2060.
Potensi nilai ekonomi karbon Indonesia diperkirakan mencapai USD 16,7 miliar pada tahun 2030. Proyeksi ini tidak hanya menunjukkan peluang besar bagi perekonomian negara, tetapi juga menjadi tantangan dalam membangun sistem yang transparan, akuntabel, dan bebas dari penyimpangan. Untuk itu, pengamanan sistem perdagangan karbon menjadi sangat penting, mengingat adanya risiko kejahatan karbon yang bisa merugikan.
Sebagai upaya untuk memperkuat pengamanan sistem Nilai Ekonomi Karbon, Kementerian KLH/BPLH menyelenggarakan lokakarya nasional dengan tema “Memperkuat Pengamanan terhadap Klaim Palsu Ramah Iklim, Kejahatan Karbon, dan Penyalahgunaan Prosedur di Indonesia” pada Kamis, 24 April 2025, di Hotel Le Meridien, Jakarta. Lokakarya ini dihadiri oleh berbagai pemangku kepentingan, termasuk pemerintah, sektor usaha, akademisi, organisasi masyarakat sipil, serta lembaga internasional.
Dalam sambutannya, Menteri KLH/BPLH Hanif Faisol Nurofiq menegaskan pentingnya prinsip keadilan, transparansi, dan akuntabilitas dalam perdagangan karbon. Menurutnya, ancaman terhadap keberhasilan pasar karbon nasional datang dari praktik manipulatif dan kejahatan terorganisir yang dapat merusak kepercayaan publik.
“Menghadapi kejahatan karbon adalah tantangan nyata yang harus diatasi dengan serius. Jika proyek fiktif, data palsu, atau izin ilegal dibiarkan, bukan hanya target iklim yang gagal tercapai, tetapi juga kepercayaan publik terhadap Indonesia yang akan terkikis. Oleh karena itu, pengawasan yang lebih ketat serta tindakan tegas terhadap pelanggaran dalam perdagangan karbon sangat diperlukan,” tegas Menteri Hanif.
Menteri Hanif juga mengingatkan bahwa sistem pengamanan Nilai Ekonomi Karbon harus dibangun di atas tiga pilar utama, yaitu pilar sosial, lingkungan, dan hukum. Pilar sosial bertujuan untuk melindungi masyarakat yang terdampak proyek karbon, pilar lingkungan menjamin akurasi dan validitas data emisi, sementara pilar hukum memastikan bahwa tidak ada celah regulasi yang dapat dimanfaatkan untuk kepentingan yang merugikan.
KLH/BPLH saat ini sedang menyempurnakan sistem registrasi karbon nasional berbasis risiko yang memungkinkan deteksi dini terhadap potensi penyimpangan. Selain itu, kerja sama internasional dengan lembaga seperti Kantor PBB Urusan Narkoba dan Kejahatan (UNODC) serta Interpol juga diperkuat untuk menangani kejahatan karbon lintas negara. Pemerintah juga akan segera meluncurkan pedoman teknis pengamanan Nilai Ekonomi Karbon yang bersifat lintas sektor guna memperkuat tata kelola yang berkeadilan dan berkelanjutan sesuai dengan standar global.
Lokakarya ini dihadiri oleh tokoh-tokoh penting baik dari dalam negeri maupun luar negeri, antara lain Duta Besar Norwegia, Australia, Inggris Raya, dan Amerika Serikat, yang menunjukkan dukungan mereka terhadap tata kelola Nilai Ekonomi Karbon Indonesia. Selain itu, hadir pula Komisioner OJK Inarno Djajadi, Deputi PPI Ary Sudijanto, serta CEO IOJI Dr. Mas Achmad Santosa. Turut hadir Wakil Kepala UNODC Indonesia, Zoe Anderton dan perwakilan Interpol Stuart Beban dan Henri Fournel. Acara ini juga dihadiri oleh perwakilan kementerian, lembaga, BUMN, organisasi masyarakat sipil, serta pakar kebijakan iklim nasional.
Penguatan sistem pengamanan perdagangan karbon tidak hanya bergantung pada regulasi dan teknologi, tetapi juga memerlukan kolaborasi aktif dari seluruh pihak yang terlibat. Pemerintah menilai bahwa integritas sistem Nilai Ekonomi Karbon hanya dapat dijaga melalui sinergi nyata antara pemangku kebijakan, pelaku usaha, akademisi, dan masyarakat internasional.
Sebagai negara dengan sumber daya alam yang melimpah, Indonesia memiliki posisi strategis dalam pasar karbon global. Dengan memperkuat ekosistem dan tata kelola Nilai Ekonomi Karbon, pemerintah ingin menegaskan bahwa perdagangan karbon bukan hanya sebagai instrumen mitigasi, tetapi juga sarana untuk menghasilkan devisa negara dan meningkatkan kesejahteraan rakyat.
Penanggung Jawab:
Kepala Biro Hubungan Masyarakat
Kementerian Lingkungan Hidup/Badan Pengendalian Lingkungan Hidup
Sasmita Nugroho, S.E.
Telepon | : | +62 818-0819-5929 |
Website | : | kemenlh.go.id |
: | humas@kemenlh.go.id | |
: | kemenlh_bplh | |
Youtube | : | KLH-BPLH |
TikTok | : | Kemenlh_BPLH |
X | : | KemenLH_BPLH |