Nomor: SR.156/HUMAS/KLH-BPLH/7/2025
Jakarta, 24 Juli 2025 – Wakil Menteri Lingkungan Hidup sekaligus Wakil Kepala Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (KLH/BPLH), Diaz Hendropriyono, menekankan pentingnya aksi kolaboratif lintas sektor dalam menghadapi krisis iklim yang semakin nyata. Hal ini disampaikan saat membuka forum Indonesia Corporate Sustainability Outlook (ICSO) 2025 yang digelar oleh PT Olahkarsa Inovasi Indonesia bersama S&P Global dengan tema “Advancing Indonesia’s Green Economy with Sustainable Innovations.”
Dalam pidatonya, Wamen Diaz menyoroti eskalasi dampak perubahan iklim di berbagai kota besar Indonesia.
“Menurut Climate Central (lembaga riset asal AS) tiga kota besar, Makassar, Jakarta, dan Semarang kini telah masuk dalam kategori climate index level 3, di mana panas ekstrem bukan lagi faktor alamiah, melainkan akibat langsung dari human cost dan pemanasan global,” jelas Wamen Diaz.
Salah satu faktor penyumbang emisi terbesar, menurut Diaz, adalah sampah. Senyawa metana (CH₄) yang dihasilkan dari sampah, diketahui 84 kali lebih berbahaya dibanding CO₂ dalam jangka waktu 20 tahun.
“Semua kegiatan kita, termasuk membuang sampah, menghasilkan emisi. Satu ton sampah padat bisa mengeluarkan sekitar 1,7 ton CO₂e ke atmosfer. Jakarta sendiri memproduksi 7.500 ton per hari. Sampah nasional yang masuk ke TPA sudah mencapai 56 juta ton dan menumpuk hingga 1,6 miliar ton – semuanya menghasilkan CH₄. Gimana Indonesia nggak makin panas?” tegas Wamen Diaz.
Forum ICSO 2025 turut dihadiri oleh Direktur Lingkungan Hidup BAPPENAS, Deputi Bidang Perencanaan Penanaman Modal Kementerian Investasi, serta CEO Olahkarsa. Dalam kesempatan tersebut, Wamen Diaz menegaskan bahwa pemerintah telah melakukan pembinaan terhadap 343 Tempat Pemrosesan Akhir open dumping dan mendorong pembangunan waste-to-energy (WTE) di daerah dengan timbulan sampah lebih dari 1.000 ton per hari. Namun, justru daerah dengan volume di bawah ambang tersebut menjadi peluang besar bagi sektor swasta.
“Sebenarnya ada banyak business opportunities. Di berbagai daerah yang menghasilkan sampah di bawah 1.000 ton per hari, ada peluang besar untuk mengembangkan pengolahan sampah, seperti melalui teknologi Refuse Derived Fuel (RDF). Ini jadi kesempatan nyata bagi pelaku usaha,” ujar Wamen Diaz.
Lebih lanjut, KLH/BPLH juga menguatkan perannya dalam memantau kepatuhan lingkungan sektor korporasi melalui Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup (PROPER). Saat ini, program tersebut sedang direvisi agar mencakup aspek penanganan sampah mandiri oleh perusahaan.
“PROPER akan diperluas, yang awalnya hanya di kepelabuhanan sekarang semua perusahaan akan dilihat sisi penanganan sampah mereka,” tegas Wamen Diaz.
Semangat kolaborasi menjadi sorotan para pemangku kepentingan yang hadir. Pelaku usaha tidak lagi diposisikan sebagai pelengkap, tetapi motor utama menuju transformasi ekonomi hijau yang inklusif dan tangguh.
“Dengan adanya kolaborasi, kami optimis ekonomi hijau dapat diimplementasikan tidak hanya untuk mendukung agenda global tapi juga pembangunan nasional,” ucap Nizhar Marizi, Direktur Lingkungan Hidup BAPPENAS.
Lebih lanjut CEO PT Olahkarsa juga menegaskan kolaborasi yang diharapkan melalui pertemuan ini.
“Kami berharap sustainability tidak hanya muncul sebagai tren tapi sebagai strategi jangka panjang,” ujar CEO Olahkarsa, Unggul Ananta.
Forum ini turut dihadiri Wakil Ketua KADIN serta perwakilan dari berbagai perusahaan BUMN dan swasta yang aktif dalam isu keberlanjutan.
Penanggung Jawab:
Kepala Biro Hubungan Masyarakat
Kementerian Lingkungan Hidup/Badan Pengendalian Lingkungan Hidup
Yulia Suryanti,
Telepon | : +62 811-9434-142 |
Website | : kemenlh.go.id |
: humas@kemenlh.go.id | |
: kemenlh_bplh | |
Youtube | : KLH-BPLH |
TikTok | : Kemenlh_BPLH |
X | : KemenLH_BPLH |