Logo

Menjaga Nafas Bumi Borneo: Safari Kerja Menteri LH Memutus Rantai Api Karhutla

07 Agustus 2025

Kalimantan - Udara pagi di Pontianak masih menyisakan aroma asap tipis. Dari ketinggian, bentang hutan Kalimantan Barat terhampar luas, sebagian dihiasi hamparan gambut berwarna gelap yang menyimpan sejarah ribuan tahun. Di sela hamparan hijau, titik-titik merah panas terdeteksi satelit—1.500 hotspot per 31 Juli 2025—pertanda bahwa ancaman kebakaran hutan dan lahan (karhutla) belum mereda.

Dalam situasi ini, Menteri Lingkungan Hidup sekaligus Kepala BPLH, Dr. Hanif Faisol Nurofiq, memulai safari kerja yang akan membentang dari Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, hingga Kalimantan Tengah. Perjalanannya bukan sekadar agenda birokrasi, melainkan upaya membangun simpul koordinasi, memperkuat sistem peringatan dini, dan menyalakan kembali semangat gotong royong dalam pengendalian karhutla.

Di Kalimantan Barat, Menteri Hanif disambut Gubernur Kalimantan Barat Ria Norsan beserta jajarannya, Kapolda Kalimantan Barat, Panglima Kodam XII/Tanjungpura beserta Forkopimda Provinsi Kalimantan Barat dan Tim Manggala Agni. Bersama Kepala BNPB Letjen TNI Dr. Suharyanto dan Kepala BMKG Prof. Dwikorita Karnawati, ia melakukan pemantauan udara, menyaksikan langsung kobaran api yang merambat di lahan mineral dan gambut di Sambas, Mempawah, dan Kubu Raya. Hampir 1.000 hektare lahan telah terdampak. 

Setelah Riau, Kalimantan Barat menjadi perhatian kita dalam memaksimalkan upaya preventif, hal ini penting sebab secara geografis Kalimantan Barat sangat rentan dan berdekatan dengan negara tetangga sehingga isu Karhutla yang terjadi bila tidak dikelola, dikendalikan dan ditangani dengan baik akan menjadi masalah bagi hubungan regional dan global,” ujar Menteri Hanif.

Safari berlanjut ke Kalimantan Selatan dengan disambut Gubernur Kalimantan Selatan H. Muhidin dan Kapolda Kalsel. Di Lanud Syamsudin Noor Banjarbaru, lebih dari 250 personel gabungan TNI, Polri, BPBD, dan Manggala Agni berdiri tegap dalam apel kesiapsiagaan. Di kesempatan yang sama, Menteri Hanif dalam Rapat Koordinasi Nasional Penanganan Karhutla di Banjarbaru (07/08/2025) menegaskan tiga hal: deteksi dini dan respons cepat, patroli rutin di daerah rawan, serta sinergi lintas sektor. Ia juga mengingatkan, 27 perusahaan telah disegel karena lalai mencegah karhutla di konsesinya—sebuah peringatan keras bahwa tanggung jawab lingkungan tidak bisa ditawar.

Puncak perjalanan ada di Kalimantan Tengah, provinsi dengan 4,67 juta hektare lahan gambut—sekitar 30% wilayahnya. Dari Aula Jayang Tingang hingga halaman Kantor Gubernur, komitmen bersama Gubernur Kalimantan Tengah, perwakilan Bupati yang hadir, Kapolda Kalteng, Danrem 1012 Panju Panjung, Kepala Kejaksaan Tinggi Kalimantan Tengah, Kepala BNPB, Kepala BMKG dalam menanggulangi kebakaran hutan dan lahan, ditandatangani. 

Menteri Hanif menyebut gambut sebagai “benteng terakhir cadangan air tawar dunia” yang sekali kering tak akan kembali fungsinya. Ancaman karhutla di sini bukan sekadar kehilangan pepohonan, tetapi hilangnya penyimpan karbon alami dan sumber kehidupan.

Dalam safari Menteri LH di ketiga propinsi tersebut Kepala Pusat Pengendalian Lingkungan Hidup (Pusdal LH) Kalimantan Fitri Hartawati melakukan persiapan-persiapan koordinatif dengan instansi terkait guna memastikan seluruh rangkaian kegiatan berjalan dengan baik.

Pesan yang menggaung dari tiga provinsi ini adalah menjaga hutan dan lahan gambut berarti menjaga udara yang kita hirup, air yang kita minum, dan masa depan yang kita wariskan. Di Bumi Borneo, setiap titik api adalah peringatan, dan setiap tetes keringat para penjaga hutan adalah janji untuk melindungi nafas terakhir planet ini. (Heri Susanto, Hidayat Turrahman / Pusdal LH Kalimantan; Editor: YFW)

Galeri Foto

Additional image
Additional image
Additional image
Additional image
Additional image
Additional image