Belem, Brazil, 12 November 2025 - Dalam momentum penting Konferensi Perubahan Iklim PBB (COP30) di Belem, Brasil, Indonesia menegaskan kembali posisinya sebagai negara penggerak dalam tata kelola karbon berintegritas tinggi. Pertemuan bilateral antara Menteri Lingkungan Hidup dan Kepala Badan Perlindungan Lingkungan Hidup Republik Indonesia, Hanif Faisol Nurofiq, dengan Chief Executive Officer Gold Standard, Margaret Kim, menjadi langkah monumental menuju penguatan carbon market nasional yang kredibel dan berdaya saing global.
Pertemuan tersebut melanjutkan penandatanganan Mutual Recognition Agreement (MRA) antara Pemerintah Indonesia dan Gold Standard pada 8 Mei 2025. Kesepakatan itu menjadi yang pertama di Asia Tenggara dan menandai pengakuan internasional terhadap komitmen Indonesia dalam membangun pasar karbon yang transparan dan berintegritas tinggi. Dalam kesempatan itu, Menteri Hanif menegaskan bahwa kemitraan ini tidak hanya bersifat teknokratis, tetapi juga menjadi instrumen ekonomi nyata bagi upaya penurunan emisi gas rumah kaca di Indonesia.
“Kemitraan dengan Gold Standard memperkuat posisi Indonesia di pasar karbon global. Ini bukan sekadar transaksi, tetapi bukti nyata keseriusan kita membangun nilai ekonomi karbon yang berkeadilan dan berkelanjutan,” ujar Menteri Hanif di sela acara Kerja Sama Iklim Berbasis Kredit Karbon Berintegritas Tinggi yang berlangsung di Paviliun Indonesia, Belem.
Kedua belah pihak juga akan segera menindaklanjuti kerja sama dengan pembentukan Joint Task Force Indonesia–Gold Standard yang bertugas untuk memastikan implementasi MRA berjalan efektif pada 2026 dan berfokus pada penyusunan panduan terbaru bagi pengembang proyek, pemenuhan standar lembaga validasi dan verifikasi (VVB), serta interoperabilitas data antara sistem nasional SRN-PPI dengan registri internasional Gold Standard. Salah satu aspek yang dipersiapkan adalah Inisiatif digitalisasi sistem registri menjadi bagian penting agar tidak terjadi double counting pada sertifikat karbon dan mendorong efisiensi dalam transaksi.
Selain memperkuat compliance terhadap Paris Agreement, kerja sama ini juga membuka ruang lebih luas untuk pelaksanaan Artikel 6.2 dan 6.4, yang memungkinkan transfer hasil mitigasi antarnegara (Internationally Transferred Mitigation Outcomes/ITMOs). Dalam konteks tersebut, Indonesia memprioritaskan proyek-proyek yang memiliki co-benefits tinggi dan mendukung target nasional dalam Nationally Determined Contribution (NDC).
Gold Standard sangat mengapresiasi kebijakan carbon governance dan skema karbon Iyang telah dibangun Indonesia. Ini pertama kalinya bagi Gold Standard melaksanakan persetujuan dengan Indonesia, dan menjadi terobosan serta capaian penting bagi kolaborasi voluntary carbon market dan compliance carbon market untuk mendorong aksi iklim terverifikasi lebih luas melibatkan berbagai pihak.
Pada sesi penguatan kerja sama aksi iklim di arena COP30, potensi ekonomi karbon Indonesia kembali menarik perhatian investor global. Sebanyak 90 juta ton CO₂ ekuivalen tercatat sebagai peluang transaksi dari berbagai sektor mitigasi, termasuk energi, kehutanan, dan limbah. Angka itu mencerminkan tingginya minat pasar terhadap kredibilitas sertifikat karbon Indonesia, terutama sejak pemerintah memperkuat regulasi melalui Peraturan Presiden Nomor 110 Tahun 2025 yang menjadi pedoman seluruh skema crediting nasional.
“Potensi ekonomi karbon Indonesia sangat besar, namun lebih dari itu, langkah ini menegaskan bahwa kita tidak menunggu janji pendanaan dari negara maju. Indonesia bergerak dengan solusi konkret,” tegas Menteri Hanif. “Kedaulatan karbon adalah kunci. Kita membangun integritas agar setiap ton emisi yang berkurang diakui dunia.”
Keberhasilan forum bilateral dan ini menjadi sorotan utama di arena COP30. Para buyer internasional memuji kesiapan Indonesia dalam menyiapkan sistem transparan dan akuntabel, sementara para pelaku proyek domestik mendapat kepastian regulasi untuk bertransaksi secara sah di pasar global.
Dengan fondasi yang kuat antara Indonesia dan Gold Standard, Indonesia menegaskan peran strategisnya untuk wujudkan ekonomi hijau yang berkelanjutan. Upaya ini menjadi bagian dari perjalanan panjang menuju emisi nol bersih pada 2060 sekaligus memperkuat diplomasi lingkungan hidup di kancah internasional