Menteri LH Terapkan Upaya Mitigasi, Pemantauan Intensif Hingga Penegakan Hukum Serius Dilakukan
13 Juni 2025
SIARAN PERS
Nomor: SR.112/HUMAS/KLH-BPLH/5/2025
Jakarta, 13 Juni 2025– Penurun kualitas udara di wilayah Jabodetabek mendorong Kementerian Lingkungan Hidup/Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (KLH/BPLH) semakin terus melakukan upaya kerja mitigasi berupa pencegahan dan penanganan pencemaran udara di Jabodetabek. Menteri LH/Kepala BPLH, Hanif Faisol Nurofiq serius memantau kualitas udara secara berkala serta memastikan seluruh sumber emisi pencemar udara di Jabodetabek diawasi.
Data Stasiun Pemantauan Kualitas Udara Ambien (SPKUA)
Data menunjukkan kecenderungan terjadinya nilai Indeks Standar Pencemar Udara (ISPU) berada pada kategori Tidak Sehat di beberapa wilayah Jabodetabek. Pada periode waktu 01 April - 12 Juni 2025, hasil Tidak Sehat terjadi pada lokasi:
Bekasi Kayu Ringin, Bekasi Sukamahi dan Bekasi Bantar Gebang terjadi sebanyak 19 hari, 12 hari dan 20 hari.
Untuk wilayah DKI, secara berurutan, yaitu di Kelapa Gading, Marunda, Lubang Buaya, Bundaran HI, GBK, Kebon Jeruk dan Jakarsa secara berurutan adalah 7, 33, 11, 6, 4, 9 dan 10 hari.
Kawasan Tangerang terjadi di Tangerang Curug dan Tangerang Selatan Serpong adalah sejumlah 17 dan 6 hari. Kemudian di Depok Pancoran Mas sejumlah 20 hari; dan
Kawasan berada di wilayah Bogor Tegar Beriman dan Tanah Sereal sejumlah 12 dan 13 hari (Sumber: Ruang Kendali AQMS-KLH, 12 Juni 2025, Jam 22.49 WIB).
Merespon kondisi kualitas udara Jabodetabek tersebut, Menteri LH/Kepala BPLH telah menerbitkan Surat Edara Nomor: 07 Januari 2025 tanggal 4 Juni 2025 yang menjadi panduan kerja mitigasi oleh semua pihak. KLH/ BPLH sendiri telah melakukan langkah-langkah yang telah, sedang dan akan dilakukan kerja pencegahan dan penanganan pencemaran di Jabodetabek sebagai berikut:
A. Identifikasi Sumber Pencemar Udara di Jabodetabek, mengacu hasil kajian adalah:
gas buang emisi kendaraan bermotor, yaitu 32-41% pada musim hujan dan 42-57% pada musim kemarau;
emisi industri, terutama yang berbahan bakar batubara, yaitu 14%;
emisi pembakaran terbuka/ ilegal sampah dan pembersihan lahan pertanian, yaitu 11% pada musim hujan dan 9% pada musim kemarau;
debu konstruksi bangunan, yaitu 13%; dan
aerosol sekunder, yaitu 6-16% pada musim hujan dan 1-7% pada musim kemarau.
B. Respon cepat/ mitigasi yang sudah dilakukan oleh KLH/ BPLH untuk penanganan sumber pencemar tersebut diantaranya:
Penanganan Pencemar Udara Sumber Transportasi:
Surat kepada Kementerian ESDM, Kementerian Keuangan dan PT. Pertamina untuk percepatan realisasi penyediaan bahan bakar rendah sulfur (setara Euro-4: <50 ppm), yaitu 24% untuk bensin dan 10% untuk solar, termasuk bio-solar. Pada hari ini, Menteri LH/ BPLH pun melakukan kunjungan kerja ke kilang produksi bahan bakar minyak di Balongan untuk mengetahui kesiapan produksi dan distribusi bahan bakar minyak rendah sulfur yang digunakan di Jabodetabek.
Surat kepada Kementerian Perhubungan, Pemerintah Daerah dan POLRI untuk melakukan uji emisi kenderaaan secara tarsus menerus dan pengetatan Baku Mutu Emisi-nya, terutama golongan kenderaan berat/ truk yang diikuti dengan mekanisme pengenaan denda.
Surat kepada Kementerian/ Lembaga, Pemerintah Daerah dan Pihak Swasta untuk peningkatan penggunaan kenderaan umum dibanding kenderaan pribadi dan peningkatan implementasi pengunaan kenderaan listrik hingga 2% pada akhir tahun 2025 ini.
Melakukan kegiatan penanaman pohon penyerap polutan emisi kenderaan, diantaranya di sisi Jalan yang dikelola PT. Jasa Marga pada tanggal 3 Juni lalu dan akan dilakukan di seluruh ruas Jalan Tol lainnya di Indonesia.
Penanganan Pencemar Udara Sumber Industri:
Pelaku Usaha/ Industi untuk penggunaan CEMS (Continuous Emissions Monitoring System) hingga mencapai 80% hingga akhir tahun 2025 berikut Alat Pengendali Emisi hingga mencapai 21% hingga akhir tahun 2025;
Pelaku Usaha dan PT. Perusahaan Gas Negara untuk melakukan percepatan realisasi penyediaan gas LNG (Liquefied Natural Gas) untuk mencapai 14% konversi bahan bakar batubara atau solar tinggi sulfur.
Melakukan pemantauan lapangan langsung terhadap kinerja pengelolaan lingkungan: emisi industri pada Kawasan Industri; di DKI Jakarta terhadap 75 tenant dan di Kab. Bekasi terhadap 59 tenant; di DKI Jakartayangberlanjut terus menerus hingga nantinya mencakup total 48 Kawasan Industri di Jabodetabek.
Menteri LH/ Kepala BPLH bahkan memimpin langsung inspeksi lapangan terhadap industri pencemar udara yang kemudian dikenakan penegakan hukum lingkungan oleh KLH/ BPLH, yang mana sejak Februari 2025 hingga hari ini telah berproses menjadi 13 (tiga belas) industri yaitu industri peleburan logam (PT.SAS, PT.WBL dan PT. ZNETI di Kabupaten Bekasi; PT. XAI, PT.PSM, PT. PSI, PT. SAS di Kabupaten Tangerang); industri pembuatan tahu (PT. JF di Kota Tengerang Selatan); industri tekstil (PT. RIC di Kab. Bogor); industri peleburan limbah B3: PT. ALP di Kabupaten Tangerang; dan industri ekstruksi logam bukan besi (PT. YR di Kabupaten Tangerang).
Lanjutan kerja penegakan hukum KLH/ BPLH juga melakukan penghentian operasional (segel KLH/ BPLH) dan proses hukum lingkungan terhadap kegiatan pengelolaan sampah (TPS) yang menimbulkan pencemaran lingkungan, diantaranya di Kota Bekasi dan di Kota Tangerang.
Adapun kegiatan inspeksi dan pemantauan lapangan dimaksud merupakan pelaksanaan mandat Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, yaitu pada Pasal 71, yang mana KLH/BPLH melakukan peran sebagai second layer inspection dan pada Pasal 72, yang mana KLH/BPLH melakukan peran sebagai second layer law enforcement.
C. Penanganan Pencemar Udara Sumber Pembakaran Terbuka/ Ilegal Sampah, Limbah dan Jerami Pasca Panen Pertanian:
Surat kepada Kementerian Pertanian, Pemerintah Daerah dan Polri untuk pencegahan pembakaran terbuka berikut penerapan sanksinya.
Pertemuan dengan Pemerintah Daerah se Jabodetabek pada 4 Juni, yaitu Pemerintah Daerah akan mengintensifkan pengawasan pembakaran terbuka, termasuk penerapan sanksi.
Menerbitkan KepMen LH/Ka BPLH berupa Paksaan Pemerintah kepada 343 TPA (Tempat Pembuangan Akhir) sampah yang operasionalnya tidak memenuhi kaidah persyaratan peraturan di berbagai daerah;
D. Penanganan Pencemar Udara Sumber Konstruksi Bangunan:
Surat kepada Kementerian PU untuk penyiapan panduan pencegahan debu selama berlangsungnya pekerjaan konstruksi;
Pelaku Usaha, termasuk BUMN Karya di bidang kegiatan konstruksi bangunan untuk menyiapkan dan melaksanakan SOP pencegahan/ minimalisasi timbulan debu selama kegiatan berlangsung;
Pelaku Usaha, termasuk BUMN Karya di bidang kegiatan konstruksi bangunan untuk melakukan penanaman pohon penyerap debu selama kegiatan dan pasca kegiatan pembangunan.
E. Penanganan Aerosol/ Pencemar Sekunder:
Surat kepada BMKG dan Pemerintah Daerah untuk kesiapsiagaan pelaksanaan OMC (Operasi Modifikasi Cuaca). Komunikasi juga dilakukan terkait informasi fenomena cuaca gelap di Jabodetabek apakah terkait atau tidak terkait dengan pecemaran udara.
3. Perlindungan Kesehatan Masyarakat Saat Nilai ISPU Tidak Sehat
Mitigasi terhadap situasi nilai ISPU dan kesehatan masyarakat sebaimana panduan SE Menteri LH/ Kepala BPLH Nomor 7 Tahun 2025, yaitu
NIlai ISPU>100 (Status Tidak Sehat), maka masyarakat diminta mengurangi aktifitas luar ruangan;
NIlai ISPU>200 (Status Sangat Tidak Sehat), maka masyarakat diminta sebisanya untuk berada dan beraktifitas tetap di dalam ruangan. Apabila masyarakat terpaksa harus berkegiatan di luar ruangan untuk selalu menggunakan masker (N95/KN95);
Kelompok usia anak-anak, lansia, ibu hamil, dan penderita gangguan pernafasan diimbau untuk tidak beraktiftas di luar ruangan;
Pemerintah Daerah, Sekolah, Kantor, dan Fasilitas Publik lainnya untuk menyediakan ruang aktifitas publik yang aman dan bebas dari pencemaran udara yang berbahaya; dan
Pemerintah dan Pihak Swasta agar menyiapkan program kerja penyiapan sarana kerja penanganan pencemaran udara di setiap wilayah udara tercemar, termasuk penyediaan dan distribusi masker gratis atau bersubsidi.
KLH/ BPLH akan terus menerus melakukan kerja konkret upaya mitigasi pencemaran udara di Jabodetabek, juga meminta upaya bersama semua pihak menciptakan kualitas udara yang baik dan sehat yang merupakan hak asasi manusia di Indonesia secara umum dan lebih dari 34 juta jiwa yang hidup di Jabodetabek sebagaimana amanat dalam Pasal 28H Undang-Undang Dasar 1945.
-------------------------
Penanggung Jawab:
Kepala Biro Hubungan Masyarakat
Kementerian Lingkungan Hidup/Badan Pengendalian Lingkungan Hidup