Maluku, 17 Oktober 2025 — Banda Neira, yang terkenal dengan keindahan alamnya, situs bersejarah, dan surga bawah lautnya, kembali menjadi saksi perjuangan bersama untuk melindungi warisan alam dan budaya. Pulau kecil di Maluku ini menjadi titik fokus gerakan global, World Cleanup Day (WCD) 2025, yang diikuti ribuan relawan untuk mengatasi ancaman sampah yang mengancam kelestarian lingkungannya.
Pada Jumat, 17 Oktober 2025, Pantai Tita di Banda Neira menjadi tempat di mana aksi bersih-bersih besar-besaran dilaksanakan. Kegiatan ini melibatkan jajaran pemerintahan Kecamatan Banda Naira, civitas akademika Universitas Banda Naira, mahasiswa, tokoh adat, pemerhati lingkungan, dan masyarakat umum. Mereka semua bersatu untuk menyuarakan pesan penting: Jangan biarkan sampah merusak warisan alam dan mengotori situs cagar budaya yang kita lindungi.
World Cleanup Day (WCD) adalah gerakan global yang dimulai pada tahun 2018, diikuti oleh lebih dari 180 negara, dan kini telah menjadi agenda tahunan dalam kalender PBB. Di Indonesia, acara ini diinisiasi oleh Kementerian Lingkungan Hidup/Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (KLH/BPLH), dengan tema Menuju Indonesia Bersih 2029. Tema ini mencerminkan visi besar Indonesia dalam mengelola sampah 100 persen pada tahun 2029, sebagaimana tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2025 tentang RPJMN 2025-2029.
Kepala Pusat Pengendalian Lingkungan Hidup Sulawesi dan Maluku, Azri Rasul, menegaskan alasa alasan utama mengapa aksi ini dilakukan adalah untuk melindungi nilai sejarah dan ekologi yang dimiliki oleh Banda Neira.
“Banda Neira adalah destinasi wisata dan tempat bersejarah yang keindahan dan nilai sejarahnya tak ternilai,” ungkap Azril.
Azri juga menekankan bahwa meski jumlah sampah yang terkumpul mencatatkan angka signifikan, kualitas pengelolaan sampah lebih penting daripada sekadar kuantitasnya.
Ribuan relawan bekerja keras membersihkan pantai-pantai di seluruh Indonesia, termasuk Pantai Tita Banda Neira. Dalam aksi tersebut, sebanyak 494,55 kilogram sampah berhasil diangkat, sebagian besar sampah plastik yang dapat merusak terumbu karang dan biota laut. Hasilnya mengejutkan sekaligus mengkhawatirkan, karena sampah yang terkumpul hampir mencapai setengah ton, memperlihatkan betapa seriusnya ancaman yang dihadapi oleh ekosistem laut Maluku.
Peningkatan kunjungan wisatawan ke Banda Neira, dengan daya tarik utamanya yang meliputi keindahan alam bawah laut dan nilai sejarahnya, membawa konsekuensi serius. Seiring dengan bertambahnya jumlah pengunjung, volume sampah yang dihasilkan juga meningkat, terutama sampah plastik yang berbahaya bagi lingkungan laut. Kondisi ini diperburuk oleh populasi penduduk yang mencapai ribuan jiwa, yang tak terlepas dari masalah sampah sehari-hari.
Gerakan WCD di Banda Neira tidak hanya bertujuan untuk membersihkan sampah, tetapi juga untuk mendorong perubahan perilaku masyarakat. Salah satu solusi yang diusung adalah pemilahan sampah di sumbernya, yang melibatkan setiap individu untuk lebih sadar dan bertanggung jawab terhadap sampah yang dihasilkan.
“Kita tidak bisa hanya mengandalkan infrastruktur. Perubahan perilaku masyarakat adalah kunci,” jelas Azri Rasul.
Ketua Yayasan Bank Sampah Banda Neira Mandiri, Maggamagafira Ali, menambahkan bahwa Bank Sampah mereka telah melayani sekitar 700 nasabah. Sampah non-organik hasil pembersihan langsung disetor dan diolah, menjadikan inisiatif ini langkah konkret dalam mengelola sampah secara lebih produktif dan ramah lingkungan.
Aksi ini ditutup dengan harapan agar gerakan ini tidak berhenti pada satu hari saja. Mahasiswa, komunitas lokal, dan Pemerintah Kecamatan Banda Neira sepakat bahwa kebersihan harus menjadi kebiasaan yang berkelanjutan. “Sampahmu tanggung jawabmu, tetapi bumi tanggung jawab kita semua. Seyogyanya sampah yang dikumpulkan dipilah sesuai jenis,” ujar Yaya dari Konsorsium Banda Berbudaya, mengingatkan bahwa setiap individu memiliki tanggung jawab untuk menjaga pulau bersejarah ini.
Dengan setengah ton sampah yang berhasil diangkat, Banda Neira kini kembali bernapas lega. Warisan sejarah dan keindahan alamnya dapat terus dinikmati oleh generasi mendatang. Namun, tantangan besar masih ada. Keberlanjutan gerakan ini bergantung pada kesadaran kolektif dan komitmen untuk menjaga kebersihan, tidak hanya untuk hari ini, tetapi untuk masa depan yang lebih bersih, sehat, dan lestari. Kini, bola ada di tangan seluruh pemangku kepentingan untuk menjadikan kebersihan dan cinta lingkungan sebagai gaya hidup, bukan sekadar tindakan sesaat.