Logo

Dari Majalengka untuk Indonesia: Kolaborasi KLH–DPR Menyalakan Gerakan Iklim

01 November 2025

Majalengka, 1 November 2025 — Di ruang pertemuan Hotel Fitra, lebih dari seratus warga dari berbagai komunitas lingkungan, organisasi kepemudaan, pengurus RT/RW, hingga pengelola bank sampah duduk berbaur. Mereka datang dengan satu kegelisahan yang sama: bagaimana membuat aksi mitigasi perubahan iklim tidak berhenti sebagai wacana, tetapi menjadi kebiasaan baru yang menular dari rumah ke lingkungan sekitar. Di sinilah Direktorat Mitigasi Perubahan Iklim Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) berkolaborasi dengan Anggota DPR RI Komisi XII Fraksi PKS Dapil Jabar 9, Ir. H. Ateng Sutisna, MBA, menggelar sosialisasi aksi mitigasi berbasis komunitas—sebuah ajakan untuk bergerak bersama.

Mewakili Direktur Mitigasi Perubahan Iklim, Teguh Imansyah membuka pesan kunci acara dengan lugas.

“Aksi mitigasi perubahan iklim tidak akan berdampak jika hanya dilakukan segelintir pihak. Perlu komitmen kuat dari semua pihak, termasuk kita sebagai warga,” ujarnya.

Teguh menekankan satu kebiasaan sederhana yang bisa segera dilakukan: mengelola sampah mulai dari rumah. Memilah organik dan anorganik, mengurangi plastik sekali pakai, dan memastikan sampah bernilai kembali sebelum terlanjur menumpuk di tempat pembuangan akhir.

Nada serupa datang dari Ateng Sutisna yang turut membuka acara. “Perubahan iklim adalah keniscayaan dan dampaknya sedang kita rasakan sekarang. Pemerintah tidak bisa menanganinya sendirian,” katanya. Di hadapan para peserta, ia menilai tata kelola persampahan masih menjadi pekerjaan rumah di banyak daerah. Namun, Majalengka, menurutnya, punya modal sosial dan jejaring komunitas yang kuat untuk menjadi percontohan pengelolaan sampah yang baik—sebuah optimisme yang disambut anggukan para hadirin.

Dari sisi daerah, peringatan datang dari Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Majalengka. “Setiap hari timbulan sampah di Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) terus bertambah dan ini harus segera ditanggulangi jika tidak ingin menimbulkan dampak buruk di kemudian hari,” ujar Reza Febrian dalam paparannya. Ia menegaskan pentingnya pemilahan sejak dari sumber untuk mengurangi beban TPA, seraya menyebut sudah banyak contoh baik yang dilakukan komunitas peduli lingkungan di Majalengka: dari pemilahan teratur sampai skema setoran ke bank sampah yang lebih rapi dan bernilai.

Di sesi berbagi praktik, LKM Damar menghadirkan cerita lapangan yang konkret. “Mengajak warga mengelola sampah tidak cukup hanya dengan aturan dan imbauan; harus dengan contoh praktik langsung,” ucap Iing Hasan Ismail. Ia menyebut sampah organik sebagai “emas hitam” yang bernilai bila dikelola benar. Melalui budidaya maggot untuk mengolah sampah dapur, kelompoknya bukan saja menekan timbulan organik, tetapi juga merasakan manfaat ekonomi yang nyata—sebuah bukti bahwa mitigasi bisa sekaligus meningkatkan kesejahteraan.
Suasana diskusi mengalir hangat: peserta saling bertukar pengalaman, dari kiat mengurangi sampah residu di rumah hingga cara sederhana menjaga agar setoran ke bank sampah tetap kering, bersih, dan terpilah. Di sela percakapan, benang merahnya jelas: perubahan iklim adalah isu besar, tetapi jawabannya sering kali berawal dari tindakan kecil yang konsisten. “Kepedulian mengelola sampah dari rumah akan memberi dampak positif bagi lingkungan sekitar,” Teguh menegaskan kembali, merangkum kegiatan hari itu.

Sosialisasi ini tidak berhenti pada seruan—ia merangkai kolaborasi. Pemerintah pusat dan daerah, legislatif, komunitas, serta warga dipertemukan dalam satu meja, membahas cara paling realistis memindahkan praktik baik dari satu lingkungan ke lingkungan lain. Harapannya, Majalengka bukan hanya menjadi tempat berlangsungnya acara, melainkan titik awal gerakan yang menular: pemilahan dari sumber, penguatan bank sampah, dan pengolahan organik skala rumah tangga yang terintegrasi.

Ketika sesi berakhir, para peserta meninggalkan ruangan dengan catatan yang tak muluk: mulai hari ini, mulai dari rumah. Pesannya tampak sederhana, namun di sanalah letak kekuatannya—kebiasaan kecil yang dilakukan bersama akan menciptakan dampak besar. Karena pada akhirnya, melestarikan lingkungan bukan sekadar tugas pemerintah atau jargon kebijakan, melainkan warisan terbaik yang bisa kita siapkan bagi generasi berikut. Ayo kita mulai sekarang, dari diri sendiri, agar bumi yang kita tinggali tetap layak dihuni esok hari.

Galeri Foto

Additional image
Additional image