Rio de Janeiro, 4 November 2025 — Di tengah tantangan krisis iklim dan maraknya kejahatan lingkungan, Indonesia terus memperkuat posisi sebagai salah satu negara yang aktif dalam diplomasi lingkungan di tingkat global. Kerja sama terbaru antara Kementerian Lingkungan Hidup/Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Republik Indonesia dan The Royal Foundation of The Prince and Princess of Wales di Rio de Janeiro menjadi bukti konkret langkah tersebut.
Menteri Hanif Faisol Nurofiq menjelaskan bahwa kerja sama ini tidak hanya fokus pada konservasi, tetapi juga pada penegakan hukum terhadap kejahatan lingkungan.
Sepanjang 2023, KLH/BPLH menangani 908 kasus, termasuk penebangan liar, kebakaran hutan, perdagangan satwa, dan limbah berbahaya. Tahun berikutnya, 187 kasus dituntaskan oleh Kejaksaan Agung, dengan 370 sanksi administratifdan 48 perkara perdata.
“Ini bukan sekadar kerja sama antar-lembaga,” tegas Hanif.
“Ini komitmen moral antarbangsa untuk mewariskan bumi yang lebih lestari bagi generasi mendatang.”
Sinergi lintas lembaga — antara KLH/BPLH, POLRI, Kejaksaan Agung, PPATK, Bea Cukai, dan TNI AL — telah membentuk sistem komando terpadu dan basis data bersama untuk menindak pelanggaran lingkungan secara lebih cepat dan terkoordinasi.
Di tingkat internasional, Indonesia juga menjalin kemitraan dengan UNEP, Interpol, UNODC, ASEAN Working Group on Environmental Law, serta negara mitra seperti Inggris, Australia, Jepang, dan Norwegia untuk memperkuat kapasitas forensik dan investigasi lingkungan.
Menteri Hanif menutup pernyataannya dengan refleksi:
“Perlindungan alam bukan sekadar tugas pemerintah, melainkan tanggung jawab kita semua. Karena bumi tidak punya pengganti.”
Dari Rio hingga Jakarta, pesan itu menggema — diplomasi hijau bukan lagi pilihan, melainkan keharusan untuk menjaga masa depan bumi.