Logo

Mengapa Bank Sampah Harus Memiliki Rencana Usaha yang Kokoh?

15 Desember 2025

Di banyak sudut Indonesia, dari gang-gang sempit permukiman hingga desa-desa yang dikelilingi hamparan sawah, bank sampah tumbuh sebagai ruang kecil yang menyimpan harapan besar. Di tempat-tempat itulah masyarakat menaruh kepercayaan bahwa sampah yang mereka hasilkan tidak harus berakhir di TPA—atau lebih buruk, di sungai dan laut.

Namun, ada satu kenyataan yang jarang dibicarakan: banyak bank sampah berjalan dengan semangat, tetapi tidak dengan strategi. Mereka hidup dari niat baik, tetapi sering terseok ketika berhadapan dengan tantangan operasional, ketidakpastian pasar daur ulang, atau minimnya dukungan teknis.

Dan di sinilah perjalanan kami di wastepreneur.id bermula.

Tiga Bank Sampah, Satu Pelajaran Besar

Pada Oktober hingga November 2025, kami bekerja langsung bersama tiga bank sampah di Kabupaten Malang. Kami masuk ke ruang kerja mereka—ke bangunan yang sederhana, ke tumpukan karung-karung plastik yang belum ditimbang, ke buku tabungan nasabah yang sebagian sudah lusuh, dan ke cerita-cerita panjang tentang bagaimana mereka bertahan selama ini.

Dari Malang hingga Semarang, dari kota ke desa, dari ibu-ibu rumah tangga hingga para penggerak muda, kami menemukan pola yang sama: bank sampah bukan sekadar tempat menabung sampah, tetapi tempat dititipkannya rasa percaya bahwa perubahan bisa dimulai dari rumah.

Tetapi kepercayaan itu perlu ditopang oleh sesuatu yang lebih kuat: rencana usaha.

Mengapa Rencana Usaha Penting?

Bagi banyak bank sampah, rencana usaha sering dianggap sebagai hal “kelas besar”—untuk perusahaan besar, bukan untuk gerakan akar rumput. Padahal justru sebaliknya.

Rencana usaha adalah kompas. Tanpanya, bank sampah berjalan, tetapi tak selalu menuju tujuan yang jelas.

Melalui pendampingan, kami mencoba memastikan bahwa tiap bank sampah dapat:

  1. Menyusun rencana bisnis yang terukur, realistis, dan berjangka panjang. Bukan hanya “ingin berkembang”, tetapi bagaimana berkembang. Berapa volume sampah yang harus dicapai? Bagaimana struktur biaya? Siapa mitra yang potensial? Apa risiko dan bagaimana mitigasinya?
  2. Menyampaikan proposal yang lebih kuat ke pemerintah, filantropi, dan lembaga keuangan. Banyak bank sampah memiliki ide besar, tetapi sulit dituangkan dalam dokumen yang meyakinkan. Padahal, dukungan pendanaan sering kali bergantung pada kualitas proposal.
  3. Mendapatkan mentoring operasional yang benar-benar menjawab persoalan lapangan. Harga jual turun, mesin rusak, nasabah berkurang, atau pemasaran lemah—tantangan ini tidak bisa diselesaikan oleh teori saja. Mereka memerlukan teman perjalanan yang mengerti dinamika sampah dari sumber.

Dari pekerjaan lapangan itulah kami makin yakin: Jika Indonesia ingin benar-benar mengurangi sampah dari sumber, maka investasi terbesar harus diberikan kepada bank sampah di tingkat komunitas.

EPR dan Kolaborasi: Jembatan yang Belum Tersambung dengan Baik

Skema Extended Producer Responsibility (EPR) sudah lama mengemuka sebagai solusi untuk mengalirkan tanggung jawab produsen hingga hulu rantai daur ulang. Namun, realitasnya, jembatan yang menghubungkan produsen dengan bank-bank sampah masih perlu diperkuat.

Dukungan harus benar-benar sampai kepada:

  • masyarakat yang memilah sampah,
  • bank sampah yang menimbang dan mengelola administrasi,
  • serta lembaga publik yang harus konsisten menegakkan kebijakan pengelolaan sampah.

Tanpa itu semua, bank sampah akan terus berjuang sendirian.

Pelajaran dari Semarang: Ketika Lingkungan Kebijakan Berpihak

Sebelum Malang, kami bekerja di Kota Semarang. Di sana kami membangun ekosistem yang tepat–kebijakan pemerintah yang kondusif, edukasi masyarakat yang konsisten, dan dukungan pasar daur ulang—dapat meningkatkan dampak bank sampah.

Skala bukan lagi mimpi. Dampak bukan lagi sekadar angka di laporan.

Pendekatan serupa kini kami bawa ke Malang, dengan keyakinan bahwa perubahan terbesar dalam pengelolaan sampah tidak dimulai dari teknologi mahal, tetapi dari manusia yang dipercaya, diberdayakan, dan didampingi.

Perjalanan Ini Bagian dari Upaya yang Lebih Besar

Kegiatan pendampingan ini terselenggara melalui kerja sama antara Kedutaan Besar Kerajaan Denmark di Indonesia dan untuk ASEAN bersama Kementerian Lingkungan Hidup/Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Republik Indonesia.

Kolaborasi ini bukan sekadar program. Ia adalah investasi jangka panjang untuk memastikan bahwa ribuan bank sampah di seluruh Indonesia dapat menjadi garda depan pengurangan sampah dari sumber.

Karena pada akhirnya, perubahan besar selalu dimulai dari tempat yang paling sederhana: rumah, komunitas, dan bank sampah yang punya masa depan.

Penutup: Harapan Kami untuk Bank Sampah Indonesia

Sebagai inkubator sector informal yang sejak awal berdiri untuk memperkuat para penggerak sampah dari sumber, kami di wastepreneur.id percaya bahwa bank sampah bukan sekadar bagian dari sistem pengelolaan sampah—mereka adalah pusat perubahan perilaku.

Kami ingin melihat lebih banyak bank sampah berdiri tegak, bukan hanya dari semangat, tetapi juga dari strategi yang matang. Karena ketika fondasinya kuat, dampaknya tak lagi lokal, melainkan nasional.

Dan Indonesia membutuhkannya—sekarang, besok, dan seterusnya.

Yogyakarta, 15 Desember 2025

Oleh Fikri Aswan dari wastepreneur.id

Galeri Foto

Additional image
Additional image
Additional image
Additional image