Jakarta, 2 Desember 2025 — Pemerintah Indonesia menegaskan bahwa Konferensi Para Pihak ke-30 Konvensi Kerangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim (COP30 UNFCCC) di Belém, Brasil, bukan sekadar negosiasi, melainkan pemicu akselerasi implementasi iklim di dalam negeri. Kementerian Lingkungan Hidup dan Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (KLH/BPLH) menyatakan komitmen untuk memadukan diplomasi, regulasi, dan mekanisme pasar karbon guna menerjemahkan target iklim menjadi peluang investasi hijau dan manfaat nyata bagi masyarakat.
“Kami memimpin dengan aksi—menggabungkan diplomasi, regulasi, dan pasar karbon untuk memastikan komitmen iklim menjadi manfaat nyata bagi rakyat,” tegas Menteri Hanif.
Menteri Lingkungan Hidup/Kepala BPLH, Hanif Faisol Nurofiq, secara lugas memaparkan posisi Indonesia sebagai penggerak solusi global. Indonesia berhasil mencatatkan tonggak sejarah dengan menjadi negara pertama yang memulai perdagangan karbon internasional berbasis teknologi (implementasi Artikel 6.2 Perjanjian Paris) melalui penandatanganan Kerangka Kerja antara PT PLN dan GGGI dalam kerja sama bilateral dengan Norwegia.
“Saat mekanisme Artikel 6 masih menjadi perdebatan global, Indonesia sudah selangkah lebih maju melaksanakan implementasi Artikel 6.2 secara penuh. Hal ini merupakan leading by example dan bukti nyata bahwa Indonesia tidak menunggu konsensus internasional untuk memulai aksi,” tegas Menteri Hanif.
Di Belém, Indonesia juga bergerak cepat dengan mempromosikan 44 proyek mitigasi iklim senilai total potensi pengurangan emisi sebesar 90 juta ton CO₂e, dengan potensi transaksi awal sebesar 2,75 juta ton CO₂e melalui IDX Carbon. Keberhasilan ini semakin diperkuat oleh kontribusi aktif Indonesia dalam mendorong Belem Political Package—29 keputusan konsensus penting yang memperkuat adaptasi, just transition, dan memfasilitasi dialog pendanaan besar (New Collective Quantified Goal on Climate Change/NCQG) yang berpotensi memobilisasi USD 1,3 triliun per tahun.
Kehadiran Indonesia di COP30 memastikan kepentingan nasional, terutama terkait perlindungan lebih dari 50% tutupan hutan tropis dunia dan peran kunci dalam menyerap miliaran ton karbon, tetap terlindungi. Diplomasi Indonesia juga membuahkan hasil signifikan melalui penyerahan dokumen kunci yang dipersyaratkan UNFCCC, yakni Second NDC, First Biennial Transparency Report (BTR), dan National Adaptation Plan (NAP), yang mendapat apresiasi dari Sekretariat UNFCCC.
Selain itu, Indonesia mengamankan kerja sama strategis termasuk dukungan pendanaan USD 5 juta dari Climate and Clean Air Coalition (CCAC) untuk pengurangan emisi metana dari sektor sampah, serta Nota Kesepahaman dengan Pemerintah Inggris, The Royal Foundation, dan kerja sama bilateral lainnya dengan Australia, Austria, Canada, Tiongkok, Brazil, dan Swedia.
Deputi Bidang Pengendalian Perubahan Iklim dan Tata Kelola Nilai Ekonomi Karbon KLH/BPLH, Ary Sudijanto, menambahkan bahwa konsistensi kebijakan iklim nasional menjadi fondasi kredibilitas. Inventarisasi emisi 2023 menunjukkan adanya gap signifikan antara skenario BAU dan target mitigasi yang mencapai sekitar 506 juta ton CO₂e, menuntut akselerasi kebijakan lintas sektor hingga 2030.
Untuk menjawab tantangan ini, KLH/BPLH merekomendasikan langkah tindak lanjut mendesak:
“Indonesia tidak menunggu konsensus global untuk bertindak; kami memimpin dengan aksi—menggabungkan diplomasi, regulasi, dan pasar karbon untuk memastikan komitmen iklim menjadi manfaat nyata bagi rakyat,” tutup Menteri Hanif, menegaskan kembali pentingnya akuntabilitas dan komunikasi publik yang transparan untuk menjaga kredibilitas NDC di mata dunia dan masyarakat.
Penanggung Jawab:
Kepala Biro Hubungan Masyarakat
Kementerian Lingkungan Hidup/Badan Pengendalian Lingkungan Hidup
Yulia Suryanti
| Telepon | : | +62 811-9434-142 |
| Website | : | kemenlh.go.id |
| : | humas@kemenlh.go.id | |
| : | kemenlh_bplh | |
| Youtube | : | KLH-BPLH |
| TikTok | : | Kemenlh_BPLH |
| X | : | KemenLH_BPLH |