Pekanbaru, 7 Oktober 2025 — Upaya menekan emisi gas rumah kaca (GRK) tak bisa hanya bergantung pada kebijakan pusat. Kolaborasi lintas sektor—antara pemerintah pusat, daerah, dunia usaha, dan masyarakat—menjadi kunci bagi keberhasilan pencapaian target Enhanced Nationally Determined Contribution (E-NDC) yang lebih ambisius dari sebelumnya.
“Kolaborasi Pusat dan Daerah, serta para pelaku usaha dan masyarakat dalam pelaporan inventarisasi gas rumah kaca yang berkelanjutan sangat penting dilakukan demi terpenuhinya target pengurangan emisi yang tertuang dalam E-NDC,” tegas Direktur Inventarisasi GRK dan MPV, Mitta Ratna Juwita, dalam kegiatan Peningkatan Kapasitas Pusat Pengendalian Lingkungan Hidup (Pusdal LH) Wilayah Sumatera di Pekanbaru, 7–8 Oktober 2025.
Peningkatan target pengurangan emisi dalam Enhanced NDC (E-NDC) menunjukkan komitmen Indonesia untuk memperkuat aksi mitigasi iklim. Dari target awal 29% dengan kemampuan sendiri dan 41% dengan dukungan internasional, kini ditingkatkan menjadi 31,89% secara mandiri dan 43,20% dengan bantuan global pada 2030.
Kegiatan peningkatan kapasitas ini menjadi langkah strategis untuk memperkuat peran daerah dalam sistem pelaporan inventarisasi GRK secara berjenjang—mulai dari kabupaten/kota, provinsi, hingga pemerintah pusat. Mitta menekankan, pelaporan dari wilayah Sumatera masih tergolong rendah akibat keterbatasan data aktivitas, kelembagaan, dan sumber daya manusia.
Pulau Sumatera sendiri menjadi salah satu wilayah paling rentan terhadap perubahan iklim, baik sebagai penyumbang emisi maupun penerima dampaknya. Karena itu, Pusdal LH Wilayah Sumatera berperan penting dalam mengintegrasikan perencanaan dan pelaksanaan mitigasi-adaptasi perubahan iklim di tingkat daerah.
“Berbagai kegiatan telah dilakukan, seperti fasilitasi integrasi pengendalian pembangunan rendah karbon ke dalam RPJMD beberapa daerah di Sumatera, verifikasi lapangan ekosistem gambut di Kabupaten Siak, Pelalawan, dan Bengkalis, serta pembinaan teknis deliniasi Ruang Terbuka Hijau (RTH) untuk mendukung Indeks Kualitas Lingkungan Hidup (IKLH),” ujar Kepala Pusat Pengendalian LH Wilayah Sumatera, Zamzami, S.E., M.M.
Selain itu, Pusdal LH juga menginisiasi berbagai pelatihan pengelolaan sampah, seperti pembuatan kompos sederhana, eco enzyme, daur ulang plastik, serta pengisian data dalam Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN). Langkah ini memperkuat peran Pusdal LH sebagai perpanjangan tangan pemerintah pusat untuk mendorong pembangunan lingkungan yang berkelanjutan di daerah.
Tak hanya aspek teknis, Pusdal LH juga mengedepankan praktik inklusif dalam pengendalian perubahan iklim. Pendekatan ini menempatkan kelompok rentan—perempuan, anak, masyarakat miskin, dan penyandang disabilitas—sebagai bagian penting dalam proses mitigasi dan adaptasi. Keadilan sosial, keberlanjutan, dan kearifan lokal menjadi prinsip utama dalam setiap program lingkungan hidup.
Berbagai contoh praktik baik di Sumatera juga menjadi sorotan, antara lain pelatihan desa tangguh bencana oleh BPBD Riau, konservasi mangrove di Belawan, pemasangan sistem peringatan dini bencana di Sumatera Barat, serta inisiatif komunitas seperti “Bandar Bakau” di Dumai dan pengelolaan ekowisata berbasis masyarakat di Kabupaten Lima Puluh Kota.
Dalam kegiatan bimbingan teknis yang digelar oleh Direktorat Inventarisasi GRK dan MPV, peserta diperkenalkan pada aplikasi SIGN-SMART untuk pelaporan GRK, kebijakan terbaru terkait nilai Global Warming Potential (GWP), serta mekanisme pelaksanaan MRV dan perdagangan karbon melalui SRN. Kegiatan ini juga menjadi forum evaluasi hasil pelaporan GRK di tingkat provinsi, guna memastikan data yang tersaji akurat dan dapat dipertanggungjawabkan.
Di penghujung acara, Mitta Ratna Juwita menegaskan kembali pentingnya sinergi antar lembaga. Ia berharap kegiatan ini dapat memperkuat koordinasi, mempercepat peningkatan kapasitas, dan menghasilkan data inventarisasi GRK yang kredibel sebagai dasar perumusan kebijakan iklim nasional.